Terdapat salah satu peng0batan ekstrem yang memarik atensi pemirsa ialah tata cara penyembuhan Lobotomy yang mengklaim bisa menyembuhkan kendala jiwa semacam skizofrenia, tekanan mental kendala biopolar serta PTSD serta sebagainya. Lobotomi nyatanya aplikasi yang lumayan gempar dicoba semenjak 1935 sampai 1980-an.
Pada dini pelaksanaan lobotomy, tengkorak penderita di bagian depan hendak dilubangi. Dari lubang tersebut, dokter menyuntikkan cairan etanol buat menghancurkan serat-serat dalam lobus prefrontal. Serat- serat inilah yang menghubungkan lobus prefrontal dengan bagian otak yang lain.
Setelah itu, prosedur ini diperbarui dengan metode mengganggu bagian depan otak dengan kawat besi. Kawat ini pula dimasukkan melalui lubang dari tengkorak.
Seakan kedua metode tersebut belum lumayan sadis, Walter Freeman menghasilkan tata cara baru yang lebih kontroversial. Tanpa melubangi tengkorak, Walter hendak memotong bagian depan otak dengan perlengkapan spesial semacam obeng dengan ujung besi yang sangat runcing.
Perlengkapan tersebut dimasukkan melalui rongga mata penderita. Penderita tidak dibius dengan 0bat, melainkan disengat dengan gelombang listrik spesial supaya penderita tidak sadarkan diri.
Mengutip dalam Britannica, banyak penderita yang menampilkan dampak, semacam apatis, pasif, kurang inisiatif, keahlian berkonsentrasi yang kurang baik, serta biasanya penyusutan kedalaman serta keseriusan respons emosional mereka terhadap kehidupan.
Sebagian penderita apalagi wafat akibat prosedur tersebut. Dampak samping jangka panjang lobotomi adalah kekosongan mental yang berarti orang tidak dapat menempuh hidup mereka secara mandiri lagi. Tidak hanya itu, mereka pula kehabisan karakter mereka.
Lobotomi mulai ditinggalkan sebab 0bat antipsikotik serta antidepresan yang dibesarkan serta hasilnya jauh lebih efisien.
Aplikasi lobotomi mulanya dinilai sukses sebab penderita memanglah jadi lebih tenang. Hendak namun, tenang di mari malah artinya jadi lumpuh, baik secara mental ataupun raga.
Seseorang ahli saraf serta kejiwaan dokter. John B. Dynes dalam penelitiannya Lobotomy for Intractable Pain, para korban lobotomi menampilkan tanda-tanda seperti mayat hidup. Mereka jadi kehabisan keahlian bicara, berkoordinasi, berpikir, serta merasakan emosi.
Memanglah jadi lebih gampang untuk keluarga buat mengurus penderita sebab mereka telah tidak meledak-ledak lagi. Tetapi, kondisi mental penderita tidak membaik.
Laporan dari keluarga mengatakan kalau penderita tiap hari cuma dapat memandang kosong ke kejauhan. Ujung-ujungnya penderita malah wajib dirawat di rumah sakit jiwa seumur hidup sebab tidak dapat melaksanakan kegiatan semacam orang umumnya, misalnya makan serta bekerja.
Perihal ini lantaran lobus prefrontal mereka sudah dirusak sedemikian rupa. Lobus prefrontal bertanggung jawab buat melaksanakan guna eksekutif otak.
Semacam mengambil keputusan, berperan, membuat perencanaan, bersosialisasi dengan orang lain, menampilkan ekspresi serta emosi, dan mengatur diri. Dalam banyak permasalahan yang lain, penderita wafat dunia sehabis melaksanakan pembedahan lobotomi. Penyebabnya ialah perdarahan otak hebat.